Senin, 11 Oktober 2010

STRUKTUR KERAK BUMI II

Hampir sebagian besar dari batu-batuan endapan yang tertinggal di daratan atau di bawah air, tertumpuk dalam lapisan mendatar yang sejajar. Tetapi sepanjang sejarah bumi, sebagian dari lapisan mendatar itu kemudian terangkat, terlipat-lipat, terpatahkan atau mengalami perubahan bentuk karena gerakan bumi.

Pada lapisan yang jatuh dengan kemiringan, kita bedakan antara garis limpahan, yakni arah garis potong dan suatu bidang mendatar dengan bidang lapisan batuan; dan kemiringan, yakni sudut antara bidang lapisan dan bidang mendatar, dihitung ke bawah, tegak lurus pada garis limpahan.

Suatu lapisan batuan miring, biasanya merupakan bagian dan dinding lipatan tanah bumi; baik lipatan punggung atau anriklinal, maupun lipatan lembah atau sinklinal. Sekelompok hipatan yang keseluruhannya berbentuk Iembah disebut sinklinorium; yang berbentuk punggung disebut antiklinorium. Suatu geosinklinal ialah suatu daerah luas, di mana dasarnya menurun perlahan-lahan sehingga terbentuk cekungan teripat penumpukan batn endapan.





Suatu lapisan batuan dapat mengalami kepatahan karena harus menahan regangan tarik atau tegangan tekanan. Dalam hal demikian, bagian-bagian pada ke-2 sisi patahan biasanya akan bergeser sepanjang suatu bidang patahan. Kedudukan bidang patahan dapat melintang maupun mendatar. Tidak setiap patahan harus mengalami pergeseran. Diaklasa, yang terjadi karena tarikan (misalnya pada sisi cembung suatu lipatan), sobekan-penyusutan yang terjadi karena pengeringan (lumpur, basal) dan percelahan karena tekanan (tegak lurus pada arah tekanan) adalah bentuk-hentuk patahan tanpa pergeseran. Dapat pula terjadi pergeseran tegak lurus pada jarak pendek, sehingga susunan hubungan lapisan tidak mengalami pematahan; lengkungan (fleksur) yang demikian di kelak kemudian hari biasanya akan menjadi patahan dengan pergeseran.

Pergeseran ke atas, dengan bidang patahan datar, di mana terjadi pemindahan pada jarak besar, disebut perpindahan. Di daerah-daerah lipatan seperti daerah Alpen, banyak terjadi perpindahan besar-besaran, lapisan yang paling atas dapat bergeser dari lapisan hawahnya, dengan bidang pergeseran yang tajam dan jelas.

Oleh erosi pada lapisan atas juga dapat terbentuk celahan sehingga batu-batuan yang tergeser timbul di permukaan.
Sebaliknya pun dapat terjadi, bahwa seluruh lapisan atas hilang oleh erosi. kecuali sejumlah kecil sisa-sisa batuan yang lain tampak sebagai jambul di atas lapisan batuan yang lebih muda. Dalam suatu cekungan endapan, dapat berlangsung endapan pasir. batu kerikil, tanah liat, kapur dan sebagainya secara hergantian.

Isotasi. Bahan kerak bumi yang tetap, mengapung di daham substrata sebagai suatu benda yang lebih ringan. Menurut kaidah-kaidah keseimbangan hidrosratik, dari suatu benda yang mengapung ada sebagian daripadanya yang terletak di dalam cairan, yang sebanding dengan perbandingan kepadatan relatif benda dan cairan. Jadi di bawah setiap pegunungan selalu terdapat akar yang terdiri atas bahan lebih ringan, yang jauh lebih besar dan pegunungan itu sendiri, Penimbangannya tentu saja tidak selalu ideal; sebab selamanya selalu terjadi perpindahan bahan-bahan lepasan dari daerah pegunungan ke dasar lautan. Dengan demikian yang pertama ada kecenderungan naik ke alas, yang terakhir berkecenderungan meluncur ke bawah.

GEJALA GUNUNG API

Jika suatu lapisan magma (cairan batuan panas) mengalami tekanan di kedalaman kerak bumi yang keras, atau terbentuk di kedalaman karena proses kimia-fisis (migma), di mana cairan itu tidak dapat mencapai permukaan bumi sebelum menggumpal, terbentuklah lapisan batuan kentaL Tenjadinya bentuk-bentuk paling dalam (batolit) yang berukuran besar dan tidak adanya susunan bahan lain yang berbeda dengan bahan dasarnya, masih belum dapat diungkapkan secara jelas; untuk sebagian hal itu kemungkinan diduga berasal dan inti-inti magma dan pegunungan tua yang mengental. Jika lapisan magma dapat mencapai atau cukup dekat dengan permukaan bumi (kemudian dinamakan lava), tampak berbagai gejala yang secara keseluruhan disebut sebagai gejala gunung api (vulkanisme).

Bentuk yang paling dikenal adalah di mana magma dimuntahkan dan kedalaman melalui suatu saluran kawah dan membentuk gunung api. Oleh terjadinya celah-celah lubang kawah sekunder, dapat terbentuk kawah adventif. Magma terdiri atas bahan-bahan silikat cain dan zat-zat gas (uap air, CO2. I-12S, HCL dan gas-gas lain), yang untuk sebagian besar melepaskan diri dari cairan sebelum mengental.

Ada magma yang berkadar silikum, natnium dan kalium tinggi: magma asam. Magma ini bahkan masih bersifat liat pada suhu tinggi, terutama setelah hilangnya gas-gas yang terlebur dalam cairan oleh tekanan yang tinggi dan lepas dan cairan disertai gejala-gejala ledakan hebat; di mana kemudian terbentuk abu (bagian lava yang sangat hams), lapili (bagian lava sebesan kenikil) dan bom-bom (gumpalan besar Lava yang mengental di udara). Magma dengan kadar silikum sedikit dan lebih banyak mengandung kalsium, magnesium dan besi disebut magma basa; magma jenis ini tipis serta cair,dan gas-gas yang terkandung di dalamnya lebih mudah ke luar.

Bentuk-bentuk letusan suatu gunung api (dahsyat atau tenang),
bahan-bahan yang dimuntahkannya (padat, cair, gas) dan bentuk luarnya sangat bergantung pada daya letusan magma. Pada pengentalan lava yang berlangsung cepat, terjadi gumpaLan-gumpaLan lava; jika pengentalan berLangsung Lambat, dijumpai bentuk bergelombang.

Bentuk letusan gunung api terpenting dibedakan atas: Tipe Hawaii :
sangat tipis, magma basa mengalir tenang ke suatu danau lava di kawah.
Pada waktu letusan, lava mengalir sepanjang lereng dan membentuk kulit datar atau gunung api lava yang terdiri atas lapisan lava. Tipe Stromboli :
lavanya tidak begitu tipis dan cair, jadi tekanan gasnya agak lebih tinggi.
Aliran lava silih berganti dengan saatsaat di mana bom-bom dan lapili melejit ke udara; di sini akan terbentuk gunung api strato atau gunung api pendek. Tipe Vulkano : magmanya sudah sedemikian hat sehingga mulut saluran kawah jadi tersumbat gumpalan lava kental; oleh tekanan gas yang sewaktu-waktu meningkat, lava itu disemburkan secara eksplosif dan ditaburkan ke luar.

Ahiran lava sangat jarang; di sini terjadi gunung api abu, berupa kerucut runcing, terdiri atas bahan-bahan lepas yang disemburkan dan dalam saluran kawah. Tipe Pelée dan awan panas lain : magmanya terlalu hat sehingga tidak dapat mengalir dan didorong ke luar dan saluran kawah sebagai gumpalan padat.

Kalau zat gasnya kemudian keluar dengan tekanan yang tinggi, tersemburlah massa gas putih bercampur abu dan pasir melalui lereng gunung, menghancurkan segala yang ada.

Tipe Plinian mewakili jenis gunung api yang paling dahsyat. Dalam waktu singkat serentetan letusan menyemburkan seluruh pusat magma dan sebagian dan puncak gunung yang lama, sehingga terbentuk kaldera.

Pada tipe Piinian, gempa bumi dan gelombang-gelombang banjir (tsunami)
dapat membahayakan manusia. Letusan tipe Plinian yang terkenal ialah:
Vesuvius pada tahun 79 Masehi (di mana kota Pompeii dan Herculaneum sampai hilang tertimbun letusan; diuraikan oleh Plinius) dan letusan Krakatau dalam tahun 1883.
Sepanjang sejarahnya, sebuah gunung api dapat menunjukkan satu tipe letusan mama atau lebih.
Di samping tipe letusan pusat, dikenal puLa letusan celah.
Hampir sebagian besar dan zat-zat vulkanik (kadang-kadang lebih dan I juta km3) melimpah ke permukaan bumi melalui celah-celah panjang di mana kemudian terbentuk sistem kerucut-kerucut gunung api.

Gejala itu membentuk apa yang dinamakan basal dataran tinggi.
Ada berbagai gejala yang secara langsung maupun tak langsung berkaitan dengan gejaLa gunung api. Sumber-sumber gas (solfatar, di pusat daerah gunung api, di mana banyak terjadi pelepasan H2S dan HCL; fumarol, biasanya lebib di pinggir daerah gunung api, di mana sering terjadi pelepasan uap air dan C02) dan sumbersarnber air panas (air hangat sampai mendidih, yang mengandung berbagai mineral seperti: belerang, b-arium dan lain-lain), dapat dijumpai terus sampai lama setelah gunung apinya tidak menunjukkan keiatan lagi. Ada kalanya sumber-sumber semacam itu sangat berlumpur; jika di dalam lumpur itu kemudian timbul gelembung-gelembung gas, akan dapat terbentuk gunung api lumpur.
BENTUK-BENTUK GUNUNG


‘Gunung’ adalah setiap tonjolan pada permukaan bumi, yang kemudian karena
ketinggian itu mudah dibedakan dan keadaan sekitarnya; baik tonjolan yang muncul tersendiri di atas suatu daerah dataran maupun yang merupakan sebagian dari suatu pegunungan.


Bentuk sebuah gunung tergantung tiklinorium. Suatu geosinklinal ialah suatu daerah luas, di mana dasarnya menurun perlahan-lahan sehingga terbentuk cekungan tempat penumpukan batu endapan.

Suatu lapisan batuan dapat mengalami kepatahan karena harus menahan tegangan tank atau tegangan tekanan. Dalam hal demikian, bagian-bagian pada ke-2 sisi patahan biasanya akan bergeser sepanjang suatu bidang patahan. Kedudukan bidang patahan dapat melintang maupun mendatar.

Tidak setiap patahan harus mengalami pergeseran. Diaklasa, yang terjadi karena tarikan (misalnya pada sisi cembung suatu lipatan), sobekan-penyusutan yang terjadi karena pengeringan (lumpur, basal) dan percelahan karena tekanan (tegak lurus pada arah tekanan) adalah bentuk-hentuk patahan tanpa pergeseran.
Dapat pula terjadi pergeseran tegak lurus pada jarak pendek, sehingga susunan hubungan lapisan tidak mengalami pematahan; lengkungan (fleksur) yang dermkian di kelak kemudian dan biasanya akan menjadi patahan dengan pergeseran.

Pergeseran ke atas, dengan bidang patahan datar, di mana terjadi pemindahan pada jarak besar, disebut perpindahan. Di daerah-daerah lipatan seperti daerah Alpen, banyak terjadi perpindahan
besar-besaran.

lapisan yang paling alas dapat bergeser dan lapisan hawahnya, dengan bidang pergeseran yang tajam dan jelas. Oleh erosi pada lapisan alas juga dapat terbentuk celahan sehingga batu-batuan yang tergeser timbul di permukaan.
Sebaliknya pun dapat terjadi, bahwa seluruh lapisan atas hilang oleh erosi. kecuali sejumlah kecil sisa-sisa batuan yang lalu tampak sebagai janihul di atas lapisan batuan yang lebih muda.

Dalam suatu cekungan endapan, dapat berlangsung endapan pasir, batu kerikil, tanah hat, kapur dan sehagainya secara bergantian.

Isolasi. Bahan kerak bumi yang tetap, mengapung di daham substrata sebagai suatu benda yang hebih ringan.

Menurut kaidah-kaidah kesetimbangan hidrostatik, dan suatu benda yang mengapung ada sebagian daripadanya yang terhetak di daham cairan, yang sebanding dengan perbandingan kepaclalan relatif benda dan cairan.

Jadi di bawah setiap pegunungan selahu terdapat akar yang terdiri alas bahan lebih ringan, yang jauh hehih besar dan pegunungan itu sendiri. Perimbangannya tentu saja tidak selahu ideal; sebab selamanya sehahu terjadi perpindahan bahan-bahan hepa.san dan daerah pegunungan ke dasar latitan. Dengan demikian yang pertama ada kecenderungan naik ke atas, yang terakhir berkecenderungan mehuncur ke bawah.



pengapungan benua

Ada banyak teori mengenai hal ini

1)Teori Kontraksi
Bumi tlh mengalami pendinginan dlm jangka waktu yg sgt lama. massa yang sgt panas bertemu dgn udara dingin membuatnya mengerut. Zat yang berbeda-beda menyebabkan pengerutan yang tidak sama antara 1 tempat dn tmpt lain (James Dana dan Elie Baumant)

2)Teori Laurasia-Gondwana
Muka bumi slalu mengalami perubahan atau perkembangan. Perubahan ini terus berlangsung hingga kini, ditunjukan dgn adanya pergeseran daratan (benua). Jika dirunut pada sejarah masa lalu, sebenarnya benua2 di muka bumi pernah berkumpul menyatu, menjadi sbuah benua besar (supercontinent) brnama Laurasia di utara, dan Gondwana di selatan. Kedua benua ini secara perlahan2 bergerak ke arah ekuator. Rotasi bumi membuat sebagian benua terakumulasi di daerah ekuator dan bumi barat. PAda perkembangannya, benua ini pecah dan memisah saling menjauh. Dan membentuk kondisi seperti sekarang ini (5 benua).(Eduard Suess)

3) Teori apungan benua
Bentuk muka bumi berawal dari pergeseran benua. Berdasarkan kejadiannya, muka bumi awalnya adlh benua besar yg disebut Pangea, lalu benua tsb geser dn pecah ke arah ekuator dn barat. Pndapat ini diperkuat dgn adanya prsamaan bentuk garis pantai, antara amrik slatan dan benua afrika, serta adanya persamaan lapisan batuan dan fosil d daerah tsb. Dlm skema teori ini, sampai sekarang pulau kita terus mengalami perkembangan dan pergeseran terus menerus. Rata2 2 cm/tahun.(Alfred Wegener)

4)Teori lempeng tektonik
Teori ini adalah yg paling masuk akal dan diterima diseluruh dunia oleh ahli geologi.
Kerak bumi dan lapisan litosfer mengapung diatas astenosfer, sehinga dianggap satu daerah yang saling berhubungan karena adanya aliran konveksi yg kluar di bagian tengah dasar samudra. Aliran ini kemudain meyebar ke kedua sisinya, sehinga diduga ada penambahan materi kerak bumi. Namus, menurut penelitian, tdk ada tambahan materi kerak bumi karena di bagian lain akan masuk kembali ke lapisan dalam, yang lebur bercampur dgn materi di lapisan itu. Daerah tempat masuknya materi tadi merupakan daerah tumbukan lempeng benua, yang biasanya ditandai oleh deretan palung laut dan pulau vulkanis. Pada daerah tumbukan ini, aktivitas gempa Bumi sgt sering trjadi, aktivitass pergeseran kerak bumi yang brlangsung terus menerus.(Mc Kenzie dan Robert Parker, yg kemudian disempurnakan oleh J. Tuzo Wilson)Mengapa pulau didunia terpecah belah?

Rodinia, Pangaea, Laurasia dan Gondwana – Bagian 2


Alfred Wegener & Teori Continental Drift


Tiga abad sebelum ALFRED LOTHAR WEGENER (1880-1930) membuktikan bahwa
kemiripan garis pantai sebelah timur benua Amerika Selatan dengan
pantai sebelah barat benua Afrika terjadi karena kedua benua itu
pernah “bersatu”, ABRAHAM ORTELIUS pembuat peta asal Belanda telah
mengamati fenomena yang sama dan berpendapat bahwa Amerika dipisahkan
dari Eropa dan Afrika oleh gempa bumi dan air bah (1596).

Kemudian pada tahun 1858, seorang geografer bernama ANTONIO
SNIDER-PELLEGRINI membuat 2 kartun model yang menunjukkan posisi dan
bentuk benua Amerika Selatan dan Afrika sebelum dan sesudah terpisah.
Modelnya aneh, terutama bentuk bagian selatan Argentina/Chile. Di
kartun model versi Snider-Pellegrini ini, bagian Patagonia digambarkan
tertekuk melengkung dari arah barat ke selatan kemudian ke timur dan
berbalik ke utara, melingkari bagian selatan Afrika dan ujung
Patagonia dibuat hampir menyentuh Madagaskar. Entah Snider-Pellegrini
serius atau tidak saat mengerjakan kartunnya, imajinasinya secara
tidak langsung juga telah menunjukkan bahwa Amerika Selatan dan Afrika
dulu pernah berdampingan.

Tapi imajinasi kedua orang yang baru diceritakan di atas tak pernah
dilontarkan menjadi sebuah teori ilmiah sampai sekitar tahun 1910an.
Pada musim gugur tahun 1911, saat sedang menghabiskan waktu di
perpustakaan Universitas Marburg (Jerman), Wegener menemukan makalah
palaeontologi tentang kesamaan jenis fosil-fosil tumbuhan dan hewan di
Amerika Selatan dan Afrika, padahal, kedua benua itu dipisahkan oleh
Samudera Atlantik yang luas. Rasa penasaran Alfred Wegener membuatnya
mencari lebih banyak informasi mengenai kesamaan-kesamaan fosil di dua
tempat terpisah tersebut, hingga akhirnya ia berpikir, “Mungkinkah
kesamaan fosil-fosil di kedua sisi Atlantik terjadi karena dulu benua
Afrika dan Amerika adalah satu kontinen?”

Menurut para ahli geologi saat itu, model evolusi pembentukan Samudera
Atlantik cuma sederhana saja. Gundu bulat disangka baut, dahulu darat
sekarang laut. Penyebabnya? “Cuma” karena “jembatan penghubung” kedua
daratan itu kolaps kemudian sekarang menjadi dasar laut. Sadar akan
model sederhana ini telah diterima sebagai sebuah kebenaran, Wegener
berusaha mencari bukti-bukti geologi lebih banyak untuk mendukung
teori yang hendak ia lemparkan ke forum ilmiah. Ia pun menemukan bahwa
Pegunungan Appalachian di bagian timur Amerika Utara tersambung dengan
dataran tinggi Skotlandia (Highlands) dan perlapisan batuan Karroo
System di Afrika Selatan identik dengan perlapisan batuan Santa
Catarina System di Brazil. Wegener kemudian menulis sebuah buku yang
berjudul “The Origin of Continents & Oceans” (judul asli dalam bahasa
Jerman) pada tahun 1915, di mana teori Continental Drift
dipublikasikan.

Wegener, yang sebenarnya adalah seorang astronomer (Ph.D Universitas
Berlin, 1904) dan bekerja sebagai meteorologist, tapi memiliki hobi di
bidang ilmu kebumian, segera menjadi sasaran cemoohan ahli-ahli
geofisika dan geologi kala itu. Ahli ilmu kebumian memang manusia yang
aneh. Mereka cenderung sulit menerima sebuah teori baru, maupun
sekedar sebuah pendapat lain atas keyakinan mereka sendiri, hanya
karena mereka tidak tahu atau tidak paham tentang apa yang orang lain
bicarakan. Ketika sudah merasa menjadi seorang ahli, mereka berpikir
sudah tahu tentang segala hal, apalagi jika apa yang mereka bela
adalah “kebenaran umum” yang berlaku. Padahal, jalan pikiran mereka
hanya berdasar atas konsep-konsep ilmu kebumian, data-data dan teknik
pengambilan data yang “ada” pada saat itu juga, bukan data dan alat
baru yang ditemukan/diciptakan di masa depan.

Sikap emosional seorang ahli geologi bernama DR. ROLLIN T. CHAMBERLIN
dari Universitas Chicago membuatnya menulis sebuah makalah berjudul
“Some of the objections to Wegener’s theory” (1928) dan memulai
tulisannya dengan pertanyaan, “Bisakah kita menyebut geologi sebagai
sebuah ilmu jika ada perbedaan pendapat yang begitu hebat untuk
hal-hal dasar hingga teori semacam ini terus berkeliaran?”. Dr.
Chamberlin berpendapat bahwa hipotesis Wegener sama sekali tak
berdasar dan fakta-fakta yang Wegener paparkan hanyalah fakta yang
aneh dan buruk, seperti sebuah permainan tanpa peraturan. Masalah
terbesar di teori Wegener yang membuat para ahli menolaknya adalah
mekanisme perpindahan kontinen yang menurut Wegener terjadi karena
daratan bergeser dengan dasar laut sebagai bidang pergeserannya. “Gaya
sebesar apa yang bisa menarik daratan hingga terpisah begitu jauh di
atas dasar laut sebagai bidang geser tanpa mematahkan dasar lautnya?”
demikian tanya HAROLD JEFFREYS, ahli geofisika Inggris.

Ekspedisi-ekspedisi geologi dilakukan oleh Wegener pada tahun 1920,
1922 dan 1929 untuk mencari lebih banyak fakta guna mendukung
teorinya. Dalam ekspedisi terakhir, Wegener tewas setelah berhasil
mengantarkan suplai makanan kepada koleganya yang sedang melakukan
penelitian di tengah belantara es Greenland, hanya beberapa hari
setelah ulang tahunya yang ke-50. Kelak, seperti yang telah kita
ketahui, berawal dari eksplorasi permukaan laut dan kerak bumi, teori
Continental Drift Wegener menjadi embrio bagi teori Tektonik Lempeng,
di mana kerak bumi baik kontinen maupun kerak samudera ternyata
bergerak di atas asthenosfer jadi bukan di atas dasar laut seperti
hipotesis Wegener.

Pangaea
Kontribusi Wegener bagi kelahiran teori Tektonik Lempeng di tahun
1960-an tentu tidak bisa diabaikan. Di buku “The origin of continents
and oceans” edisi tahun 1920 (ada juga yang menyebutkan nama Pangaea
sudah diperkenalkan sejak edisi 1915), Wegener berpendapat bahwa semua
benua yang ada sekarang sebenarnya pernah bersatu sekitar 225 juta
tahun yang lalu (Ma), yaitu pada Periode Trias Akhir (sudah masuk Era
Mesozoik). Daratan maha luas ini ia beri nama Pangaea, sebuah kata
dalam bahasa Yunani yang berarti “semua daratan”.

Rekonstruksi lempeng tektonik modern dengan menggunakan data
palaeo-magnetik memperlihatkan Pangaea sudah menjadi daratan berbentuk
seperti huruf “C” pada sekitar 255 Ma (Permian Akhir). Pusat
superkontinen Permian ini adalah Afrika, sedangkan di sebelah barat
ada adalah Amerika Selatan, di baratlaut ada Amerika Utara, di utara
dan timur laut ada Eropa, Asia dan Cina Utara, sedangkan di tenggara
dan selatan ada India, Antartika dan Australia. Di sebelah timur? Ada
lautan bernama Tethys, dan terakhir di sebelah timurnya Tethys, ada
Cina Selatan. Sedangkan laut mahaluas yang mengelilingi Pangaea
dinamakan Panthalassa. Pusat superkontinen Pangaea ditengarai berada
di sekitar garis ekuator, kira-kira seperti posisi Indonesia sekarang
(tentu saja secara garis lintang).

Apa bukti keberadaan Pangaea selain rangkaian-rangkaian pegunungan
yang identik seperti Appalachian-Scottish Highlands dan Karroo-Santa
Catarina Systems seperti yang dikemukakan pertama kali oleh Wegener
(1915)? Jawabannya adalah fosil-fosil genus Lystrosaurus dan genus
Mesosaurus dan flora genus Glossopteris. Lystrosaurus adalah sejenis
reptil pemakan tetumbuhan yang konon sebesar babi, dengan ekor lancip
pendek, kaki pendek, daun telinga kecil dan kepala seperti harimau
yang hidup pada Periode Permian-Trias. Entah palaeontologist mana yang
berhasil merealisasikan imajinasi rupa Lystrosaurus ini, konon ia
pernah hidup di Antartika, India, Afrika Selatan dan Cina.

Mesosaurus adalah sejenis reptil amfibi yang hidup di air tawar.
Bentuknya kira-kira seperti cecak, tapi kepalanya seperti buaya,
badannya fleksibel dan konon ekornya dapat digunakan sebagai semacam
sirip untuk berenang. Tidak jelas berapa ukurannya dan hidup pada
berapa juta tahun yang lalu. Fosil ini ditemukan di Brasil dan Afrika
bagian barat.

Superkontinen Pangaea lalu mulai terpecah pada Periode Trias
Akhir-Juras (Vaughan & Storey 2007), menghasilkan dua superkontinen
yang lebih kecil yaitu Laurasia dan Gondwana. Laurasia yang bergerak
ke arah utara. Intra-continental rifting kemudian diikuti sedimentasi
endapan darat lalu diisi oleh air laut, menjadi Laut Atlantik bagian
utara. Rift basins yang terbentuk saat Pangaea pecah masih bisa
dilihat di bagian Central Atlantic Margin, baik sebelah Amerika Utara
maupun Moroko (Olsen, 1997).

Potensi diri

Potensi diri merupakan kemampuan, kekuatan, baik yang belum terwujud maupun yang telah terwujud, yang dimiliki seseorang, tetapi belum sepenuhnya terlihat atau dipergunakan secara maksimal.

Klasifikasi

Secara umum, potensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  • Kemampuan dasar, seperti tingkat intelegensi, kemampuan abstraksi, logika dan daya tangkap.
  • Etos kerja, seperti ketekunan, ketelitian, efisiensi kerja dan daya tahan terhadap tekanan.
  • Kepribadian, yaitu pola menyeluruh semua kemampuan, perbuatan, serta kebiasaan seseorang, baik jasmaniah, rohaniah, emosional maupun sosial yang ditata dalam cara khas di bawah aneka pengaruh luar.

Menurut Howard Gardner, potensi yang terpenting adalah intelegensi, yaitu sebagai berikut.

  1. Intelegensi linguistik, intelegensi yang menggunakan dan mengolah kata-kata, baik lisan maupun tulisan, secara efektif. Intelegensi ini antara lain dimiliki oleh para sastrawan, editor, dan jurnalis.
  2. Intelegensi matematis-logis, kemampuan yang lebih berkaitan dengan penggunaan bilangan pada kepekaan pola logika dan perhitungan.
  3. Intelegensi ruang, kemampuan yang berkenaan dengan kepekaan mengenal bentuk dan benda secara tepat serta kemampuan menangkap dunia visual secara cepat. Kemampuan ini biasanya dimiliki oleh para arsitek, dekorator dan pemburu.
  4. Intelegensi kinestetik-badani, kemampuan menggunakan gerak tubuh untuk mengekspresikan gagasan dan perasaan. Kemampuan ini dimiliki leh aktor, penari, pemahat, atlet dan ahli bedah.
  5. Intelegensi musikal, kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan dan menikmati bentuk-bentuk musik dan suara. Kemampuan ini terdapat pada pencipta lagu dan penyanyi.
  6. Intelegensi interpersonal, kemampuan seseorang untuk mengerti dan menjadi peka terhadap perasaan, motivasi, dan watak temperamen orang lain seperti yang dimiliki oleh seserang motivator dan fasilitator.
  7. Intelegensi intrapersonal, kemampuan seseorang dalam mengenali dirinya sendiri. Kemampuan ini berkaitan dengan kemampuan berefleksi(merenung) dan keseimbangan diri.
  8. Intelegensi naturalis, kemampuan seseorang untuk mengenal alam, flora dan fauna dengan baik.
  9. Intelegensi eksistensial, kemampuan seseeorang menyangkut kepekaan menjawab persoalan-persoalan terdalam keberadaan manusia, seperti apa makna hidup, mengapa manusia harus diciptakan dan mengapa kita hidup dan akhirnya mati.

Senin, 04 Oktober 2010

Lirik Lagu Hijau Daun – Setiap Detik

setiap detik engkau yang datang dalam mimpiku

setiap siang malam menggangguku
tak lelap tidurku karena dirimu

* setiap waktu engkau yang selalu menghantuiku
tak pernah lari dari pikiranku
tak mau hilang dari ingatanku

tahukah engkau saat gelap datang
aku masih mencarimu
engkau dimana

repeat *

tapi mengapa saat ku terjaga
kau masih tak di sampingku
sampai kapankah aku menantimu
selalu menantimu

reff:
setiap detik aku memikirkanmu
setiap detik rindu meracuniku
setiap detik teringat ku padamu
setiap detik apa terus begini

mohon dengarkan rintihan hati ini
yang ku curahkan seraya ku bernyanyi
sampai kapankah aku terus begini
ku harap kau kan kembali kepadaku

repeat reff

sampai kapankah aku terus begini
ku harap kau kan kembali kepadaku
ku harap kau kan kembali kepadaku
ku harap kau kan kembali kepadaku

Taxi Band – Hujan Kemarin

Kemarin ku dengar

Kau ucap kata cinta
Seolah dunia
Bagai dimusim semi

[*]
Kau datang padaku
Membawa luka lama
Ku tak ingin seolah
Semua seperti dulu

[**]
Tak ingin lagi rasanya ku bercinta
Setelah ku rasa perih
Kegagalan ini membuat ku tak berdaya

[***]
Tak dapat lagi rasanya ku tersenyum
Setelah kau tinggal pergi
Biar ku sendiri tanpa hadirmu kini lagi

Back to [*][**][***]

Back to [**][***] 2x

Kwangen

Kebangkitan Hindu Nusantara Kwangen dibuat dari daun Pisang yang berbentuk kojong,delengkapi dengan daun-daunan (pelawa),hiasan dari janur(cili),Bunga,uang yang berbentuk bulat(uang kepeng),dan Porosannya di sebut "silih asih" yaitu terdiri dari dua potong daun sirih di isi kapur serta pinang. Sedeikian sehingga bila di gulung yang tampak adalah satu lebar bagian perutnya,dan yang satu potong lagi bagin punggungnya, Porosan ini dimasukkan kedalam Kojong.

Pada Upacarapersebahyangan Kwangen dipakai untuk memuja Ida Sanghyang Widhi sebagai pemberi anugrah,dalam wujud Pradana-Purusa(ardanareswari, sebagaimana disebutkan dalam puja pengantarnya.
Wujud tersebut disimbulkan dengan porosan silih-asih,sebab dari posisi daun-daunan yang menengadah dan nengkurep biasa dipakai untuk melukiskan bentuk Purusa-pradana,

Disamping itu Kwangen juga simbul "ONGKRA" yaitu kojong adalah simbul angka 3,potongan bagian atas yang lonjong adalah merupakan simbul "arda-Chandra",Uang yang berbentuk bulat adalah perlambang "Windu",sedangkan Cili,bungan serta daun-daunan/pleawa adalah sebagai simbul "Nada", Jadi lengkaplah sebuah ONGKARA yang utuh.

Seperti diketahui bahwa Kwangen tidak di pakai pada upacara persebahyangan saja tetapi juga pada upacara-upacara lainnya,umpamanya upacara Butha-Yadnya Kwangen ditaruh diatas kulit binatang/blulang yang dijadikan korban.
Pada Uapcara Dewa Yadnya Kwangen dipakai elengkapi pedagingan,sedangkan pada upacara Pitra-Yadnya,Kwangen diletakkan pada persendian-persendian seseorang yang sudah meninggal,atau pada puspa (sekah). Rupanya fungsi kwangen dalam hal ini adalah sebagai pengurip-urip.

Banten

Canang Genten

Sebagai alas dapat digunakan taledan, ceper ataupun daun pisang yang berbentuk segi empat. Diatasnya berturut-turut disusun perlengkapan yang lain seperti: bunga dan daun-daunan, porosan yang terdiri dari satu/dua potong sirih diisi sedikit kapur dan pinang, lalu dijepit dengan sepotong janur, sedangkan bunganya dialasi dengan janur yang berbentuk tangkih atau kojong. Kojong dengan bentuk bundar disebut "uras-sari".

Bila keadaan memungkinkan dapat pula ditambahkan dengan pandan-arum, wangi-wangian dan sesari (uang). Waulupun perlengkapan banten ini sangat sederhana, tetapi hampir semuanya mempunyai arti simbolis antara lain: jejaitan/tetuwasan reringgitan, melambangkan kesungguhan hati, daun-daunan melambangkan ketenangan hati. Sirih, melambangkan dewa wisnu, kapur melambangkan dewa siva, pinang melambangkan dewa brahma, suci bersih, dan wangi-wangian sebagai alat untuk menenangkan pikiran kearah kesegaran dan kesucian.

Canang ini, baik besar maupun kecil bahkan selalu digunakan untuk melengkapi sesajen-sesajen yang lain, hanya saja bentuk alat serta porosannya berbeda-beda. Kembali ke atas

Canang Buratwangi

Bentuk banten ini seperti canang genten dengan ditambahkan "burat wangi" dan dua jenis "lenga wangi". Ketiga perlengkapan tersebut masing-masing dialasi kojong atau tangkih. Burat wangi dibuat dari beras dan kunir yang dihaluskan dicampur dengan air cendana atau mejegau. Ada kalanya dicampur dengan akar-akaran yang berbau wangi. Lenga Wangi ( minyak wangi) yang berwarna putih dibuat dari menyan, 'malem" ( sejenis lemak pada sarang lebah), dicampur dengan minyak kelapa. Lenga wangi (minyak wangi) yang berwarna kehitam-hitaman dibuat dari minyak kelapa dicampur dengan kacang putih, komang yang digoreng sampai gosong lalu dihaluskan.

Ada kalanya campuran tersebut dilengkapi dengan ubi dan keladi (talas), yang juga digoreng sampai gosong. Biasanya untuk memperoleh campuran yang baik, terlebih dahulu minyak kelapa dipanaskan, kemudian barulah dicampur dengan perlengkapan lainnya. Secara keseluruhan "lenga-wangi" dan "burat-wangi" melambangkan Hyang Sambhu. Menyan melambangkan Hyang Siva, Majegau melambangkan Hyang Sadasiva sedang cendana melambangkan Hyang Paramasiva.

Banten ini dipergunakan pada hari-hari tertentu seperti pada hari Purnama, Tilem, hari raya Saraswati dan melengkapi sesajen-sesajen yang lebih besar. Kembali ke atas

Canang Sari

Bentuk banten ini agak berbeda dengan banten/canang genten sebelumnya, yaitu dibagi menjadi dua bagian. Bagian bawahnya bisa berbentuk bulat ataupun segiempat seperti ceper atau taledan. Sering pula diberi hiasan "Trikona/plekir" pada pinggirnya. Pada bagian ini terdapat pelawa, porosan, tebu, kekiping (sejenis jajan dari tepung beras), pisang emas atau yang sejenis dan beras kuning yang dialasi dengan tangkih. Dapat pula ditambah dengan burat wangi dan lengawangi seperti pada canang buratwangi. Di atasnya barulah diisi bermacam-macam bunga diatur seindah mungkin dialasi dengan sebuah "uras sari/sampian uras".

Canang sari dilengkapi dengan sesari berupa uang kertas, uang logam maupun uang kepeng. Perlengkapan seperti tebu, kekiping, dan pisang emas disebut "raka-raka". Raka-raka melambangkan Hyang Widyadhara-Widyadhari. Pisang emas melambangkan Mahadewa, secara umum semua pisang melambangkan Hyang Kumara, sedangkan tebu melambangkan Dewa Brahma.

Canang sari dipergunakan untuk melengkapi persembahan lainnya atau dipergunakan pada hari-hari tertentu seperti: Kliwon, Purnama, Tilem atau persembahyangan di tempat suci. Kembali ke atas

Canang Pesucian

Canang ini disebut juga canang pengeraos yang terdiri atas dua buah aled atau ceper. Pada bagian bawah berisi kapur, pinang, gambir, tembakau yang dialasi dengan kojong. disusuni beberapa lembar daun sirih, sedangkan aled atau ceper yang lain berisi bija serta minyak wangi yang dialasi celemik atau kapu-kapu kemudian dilengkapi bunga yang harum. Kembali ke atas

Tadah Pawitrah / Tadah Sukla

Bentuknya seperti canang genten ditambahkan dengan pisang kayu yang mentah, kacang komak, kacang putih, ubi dan keladi. Semua perlengkapan digoreng dan masing-masing dialasi tangkih dan kojong. Banten ini dipergunakan untuk melengkapi beberapa jenis sesajen seperti: daksina Pelinggih dan lain-lainnya. Kembali ke atas

Cane

Dipakai sebuah dulang kecil dihiasi dengan sesertiyokan dari janur. Ditengah-tengahnya ditancapkan batang pisang. Disekitarnya diisi perlengkapan lain seperti: Bija, Air cendana dan burat wangi, masing-masing dialasi dengan empat buah tangkir atau mangkuk kecil. Dilengkapi pula dengan kojong empat buah yang berisi tembakau, pinang dan lekesan yaitu, 2 lembar sirih yang dilengkapi dengan gambir dan kapur dan diikat dengan benang. Dapat pula ditambah dengan rokok dan korek api sebanyak empat batang.

Bunganya ditancapkan menlingkar pada batang pisang dan paling diatas diisi cili atau hiasan-hiasan lainnya. Cane dipergunakan terutama pada waktu upacara melasti dijunjung mendahului pratima atau dasksina pelinggih. Cane juga digunakan pada rapat-rapat desa adat untuk memohon agar pertemuan berjalan lancar. Setelah pertemuan selesai, cane akan dilebar yaitu dengan jalan membagi-bagikan air cendana, Bidja, Bunga serta perlengkapan lainnya. Kembali ke atas

Canang Meraka

Sebagai alas dari canang ini digunakan ceper atau tamas, diatasnya diisi tebu, pisang, buah-buahan, beberapa jenis jajan dan sebuah "sampian" disebut "Srikakili" dibuat dari janur berbentuk kojong diisi plawa, porosan serta bunga. Sesungguhnya masih banyak jenis-jenis canang tubungan, Canang Gantal, Canang Yasa. Canang pengraos dan lain-lain.

Pada umumnya bahan yang diperlukan hampir sama, hanya bentuk porosan dan cara pengaturannya yang berbeda. Rupanya pemakaian sirih, kapur dan pinang mempunyai dua fungsi sebagai simbul atau lambang yaitu:
- Sirih melambangkan Dewa Wisnu
- Pinang melambangkan Dewa Brahma
- Kapur melambangkan Dewa Siwa

Untuk persembahan biasa berfungsi sebagai makanan, dalam hal ini penggunaannya dilengkapi dengan tembakau dan gambir. Kembali ke atas

Daksina

Alas Daksina disebut wakul Daksina atau bebedogan. Kedalamnya berturut-turut dimasukan tampak (sejenis jejahitan berbentuk silang atau tampak dara) beras, sebutir kelapa yang sudah dikupas sampai bersih (mekelas), serta beberapa perlengkapan yang dialasi dengan kojong seperti telur itik yang mentah, bija ratus (campuran berbagai biji-bijian), gantusan (campuran berbagai jenis bumbu), Kelawa peselan (Daun salak, ceruring, Manggis,durian, dll), base-tampel, kemiri (tingkih), tangi, Pisang kayui yang mentah, uang, canang payasan, yaitu sejenis canang genten tetapi alasnya berbentuk segitiga ditempelin dengan reringgitan yang khusus. Dapat pula dilengkapi dengan canang buratwangi atau canang sari atau yang lain.

Perlengkapan seperti telur itik uang, ataupun gantusan kiranya dapat digolongkan buah sebab pengertian buah mempunyai arti yang agak luas. Persembahan yang berupa daksina dianggap sudah lengkap sebagai mana disut dalam Bagawadgitha. Disamping itu penggunaan telir itik dan uang rupanya mempunyai fungsi tersendiri secara umum kelapa dapat digolongkan sebagai buah, tatapi yang lebih diutamakan airnya.

Diusahakan mempergunakan telur itik bukan telur ayam sebab itik lebih banyak menunjukan sifat-sifat satwam sedangkan ayam lebih banyak menunjukan sifat rajas dan tamas oleh karena itu pula beberapa daksina terutama yang melambangkan bhutkala dipergunakan telur ayam, tetapi bila ditujukan kepada Hyang Widhi para Dewat dan Leluhur sedapat mungkin dipergunakan telur itik. Penggunaan uang yang disebut pula sesari atau akah kiranya untuk menyempurnakan isi daksina sehingga persembahan yang dilengkapi dilengkapi dengan daksina benar-benar diharapkan memberikan kesukseskan atau hasil yang sebagai mana diharapkan.

Daksina disebut Juga "YadnyaPatni" yang artinya istri atau sakti daipada yadnya. Daksina juga dipergunakan sebagai mana persembahan atau tanda terima kasih, selalu menyertai banten-banten yang agak besar dan sebagainya perwujudan atau pertapakan. Dalam lontar Yadnya Prakerti disebutkan bahwa Daksina melambangkan Hyang Guru/ Hyang Tunggal kedua nama tersebut adalah nama lain dari Dewa Siwa. Kembali ke atas

Ajuman

Bahan perlengkapan yang diperlukan untuk membuat ajuman adalah: nasi yang disebut "penek" atau "telompokan", beberapa jenis jajan, buah-buahan, lauk pauk berupa serondeng atau sesaur, kacang-kacangan, ikan teri, telor, terung, timun, taoge (kedelai), daun kemangi (kecarum), garam, dan sambal. Sebagai alasnya dapat digunakan "taledan" atau yang lainnya. Di atasnya diisi dua buah penek, lauk pauk yang dialasi dengan tangkih berbentuk segitiga, jajan buah-buahan dan sampaian soda (sampian ajuman) berbentuk tangkih. Kadang bagian atasnya dibuat agak indah seperti kipas disebut "sampian kepet-kepetan". Dapat pula dilengkapi dengan canang genten/ canang sari/ canang burat wangi.

Ajuman disebut juga soda (sodaan) dipergunakan tersendiri sebagai persembahan ataupun melengkapi daksina suci dan lain-lain. Bila ditujukan kehadapan para leluhur, salah satu peneknya diisi kunir ataupun dibuat dari nasi kuning, disebut "perangkat atau perayun" yaitu jajan serta buah-buahannya di alasi tersendiri, demikian pula lauk pauknya masing-masing dialasi ceper /ituk-ituk, diatur mengelilingi sebuah penek yang agak besar. Di atasnya diisi sebuah canang pesucian, canang burat wangi atau yang lain. Kembali ke atas

Peras

Perlengkapan serta cara penyusunannya hampir sama dengan ajuman, tetapi nasinya berbentuk tumpeng (dua buah), alasnya ditempeli "Kulit-peras" yaitu sejenis jejahitan yang khusus, sedangkan sampaiannya disebut Sampian Tupeng (Sampian Peras).

Banten ini boleh dikatakan tidak pernah dipergunakan tersendiri, tetapi menyertai banten-banten yang lain seperti: daksina, suci, tulang-sesayut dan lain-lainnya. Dalam beberapa hal, pada alasnya dilengkapi dengan sedikit beras dan benang putih. Untuk menunjukkan upacara telah selesai, maka seseorang (umumnya pimpinan upacara) akan menarik lekukan pada "kulit-peras", dan menaburkan beras yang ada dibawahnya. Pada lontar Yajna-prakerti disebut bahwa peras melambangkan Hyang Tri Guna-Sakti.

Kiranya kata "Peras" dapat diartikan "sah" atau resmi, seperti kata: "meras anak" mengesahkan anak, "Banten pemerasan", yang dimaksud adalah sesajen untuk mengesahkan anak/cucu; dan bila suatu kumpulan sesajen tidak dilengkapi dengan peras, akan dikatakan penyelenggaraan upacaranya "tan perasida", yang dapat diartikan "tidak sah", oleh karena itu banten peras selalu menyertai sesajen-sesajen yang lain terutama yang mempunyai tujuan-tujuan tertentu. Kembali ke atas

Banten Jotan

Banten jotan (saiban) disebut pula "Yajnasesa", merupakan yadnya setiap hari bagi umat Hindu di Bali khususnya. Di India juga dapat ditemukan hal yang sama. Bahan perlengkapannya adalah: sedikit nasi, garam, serta lauk pauk lainnya yang baru dimasak. sebagai alas dapat dipakai daun atau piring kecil-kecil. Kembali ke atas

Banten Suci

Alas dari banten suci ini adalah beberapa buah tamas. Warna jajan yang dipergunakan adalah putih dan kuning, jajan yang berwarna putih ditempatkan disebelah kanan dan yang kuning ditempatkan disebelah kiri. Di antara jajan tersebut ada yang dinamakan "sasamuhan" terbuat dari tepung beras yang dicampur sedikit tepung ketan, parutan kelapa serta air. Campuran tersebut lalu dibentuk kemudian digoreng. Jajan-jajan tersebut ada yang diberi nama: Kekeber, Kuluban, Puspa, Karna, Katibuan-udang, Panji, Ratu-magelung, Bungantemu dan lain sebagainya.

Yang perlu diperhatikan di sini adalah perbandingan antara jajan yang berwarna putih hendaknya lebih banyak dari pada jajan yang berwarna kuning, misalnya 12:6, 9:5, 7:5, 5:4, dst.

Pada banten suci tiap tempat /tamas diisi perlengkapan yang jumlahnya telah ditentukan, seperti: tamas yang paling bawah berisi pisang, tape, buah-buahan, masing-masing 5 biji/iris, jajan sesamuhannya 1 biji tiap jenis: tamas yang kedua berisi 2 biji/iris, dst. Secara sederhana 1 soroh suci terdiri dari: Suci, daksina, peras, ajuman, tipat kelan, duma (sejenis banten) pembersihan, canag lengawangi/ buratwangi, canang sari dan buah pisang. Pada upacara yang agak besar dilengkapi dengan perayunan. Kembali ke atas

Banten Gebogan/Pajegan

Gebogan atau pajegan adalah suatu bentuk persembahan berupa susunan dan rangkaian makanan termasuk juga buah-buahan dan bunga-bungaan. Umumnya dibawa dan ditempatkan dipura dalam rangkaian upacara Panca Yadnya. Ini karena keindahan bentuknya, hanya digunakan hanya sebagai dekorasi. Kembali ke atas

Penjor

Pejor adalah sarana keagamaan sebagai persembahan dan juga perlambangan Gunung Agung, Naga Basuki dan Naga Ananta Boga.Penjor dipasang pada hari penampahan Galungan di depan pintu masuk sebagai pertanda kemenangan dharma. Penjor dengan segala perlengkapannya, yang menggunakan hiasan seperti daun daunan, ibi ubian, buah buahan, jenis jajan, kain uang kepeng sebagai simbul dari Naga Anantha Bhoga dan Naga basuki.

Kedua Naga ini perlambang anugrah dari Hyang Widhi. Naga Anantha Boga simbul tanah yang dapat membrikan kesejahteraan dan kemakmuran bagi kehidupan manusia. Sedangkan Naga Basuki lambang keselamatan, yaitu selamat dari penyakit, penderitaan. Itulah sebabnya, penjor menyerupai bentuk Naga, dengan kepalanya di bawah penjor dilukiskan mulut dari naga.

Pada hari Umanis galungan penjor tersebut digoyang goyangkan sedikit agar dahan perlengkapan yang tergantung jatuh dengan maksud mohon anugrah dari Hyang Widhi. Setelah budha keliwon Pegatwakan, 35 hari setelah Galungan penjor dicabut dan sampahnya dibakar habis abunya dimasukan ke dalam kelapa gading ditanam di depan rumah dengan harapan agar memberi sesuatu kekuatan untuk memperkokoh jiwa agar penghuni menjadi selamat. Kembali ke atas

Lamak

Lamak adalah suatu ukiran dari janur, daun enau baik yang warna hijau maupun yang warna krem sebagai alas yang ditempatkan dalam suatu bangunan pelinggih. Dalam lamak terdapat berbagai ukiran simbol-simbol keagamaan yaitu: Simbul Gunungan atau kekayonan, Cili-cilian, Bulan, Bintang, Matahari dan sebagainya. Penggunaannya dilengkapi denga Plawa, Canang dan Dupa. Kembali ke atas

Canang



Canang Gantal

Canang gantal bentuknya seperti canang genten hanya tubungannya yang berlainan yaitu : terdiri dari 7 buah lekesan. yang digabungkan menjadi satu dengan tali / janur / benang, atau boleh juga ditusuk dengan semat. Di atas tubungan tersebut baru diisi sampiyan uras metajuh dengan disusuni bunga- bunga dan kernbang rampai. Pinangnya ada di samping tubungan gantal tersebut.

Canang Tubungan

Canang inipun berdasarkan Canang genten hanya tubungannya diganti dengan dua buah tubungan bersilang yang lalu diikat dengan sirih pula. Boleh diisi kiping, pisang mas, tebu yang memberi nama canang tersebut adalah bentuk tubungannya.

Canang Penggraos
Dasar Canang ini bersusun dengan alas canang berupa 2 buah taledan dari janur yang di plekir, dan dapat juga diisi satu Canang Sari dalam tamas yang besar.
Satu taledan berisi:
1. Satu kojong gambir
2. Satu kojong pinang
3. Satu kojong kapur
4. Satu kojong tembakau
5. Lembaran-lembaran sirih
Satu cepér rokok dan korek
Satu taledan lagi berisi bahan-bahan pesucian yaitu :
1. Sisig
2. Boreh miik
3. Minyak harum
4. Ambuh
5. Asern
6. Tirtha dalam takir
Di atas kedua taledan tersebut barulah disusuni sebuah canang sari yang besar, agar kernudian dengan harapan canang penggraos ini dapat menyelesaikan masalah dengan baik.

Canang Nyahnyah Gringsing

Nyahnyah gringsing adalah bahannya ketan dan ketan hitam yang dicampur lalu disangan kering, tetapi tidak hangus. Canang genten yang lengkap dengan kiping, biu mas, tebu, ditambah secelemik nyahnyah gringsing, lalu di atasnya sampiyan liras, boieh juga sampiyan uras sari bunga-bunga dan kernbang rampé. Dapat juga nyahnyah gringsing tersebut dibungkus dengan daun kraras agar tidak mudah berserakan.

Canang Payasan

Alas canang payasan adalah sebuah ituk-ituk yang berisi plawa, sebuah porosan dan sampiyan payasan dengan bunga.

Canang Meraka

Alasnya dapat juga sebuah cepér yang diisi tebu, pisang mas, kekiping, geti-geti, tubungan, seiris buah jeruk, lalu wadah parnor kernudian susun di atasnya sampiyan uras, boieh yang matajuh boieh
yang bundar. Ini merupakan canang meraka yang kecil, sebagai canang pekideh setiap hari rerahinan untuk di rumah. Namun canang meraka yang lebih besar, adalah merupakan suatu gebogan buah dan bunga yang disusun sedemikian indah di atas dulang dengan sampiyan yang disebut sampiyan Cili, yang biasanya dibuat sepasang gebogan untuk nampak lebih mantap dan meriahnya situasi upakara-upacara.